Proceeding National 1-10
ANALISIS Willingness To Pay (WTP) DALAM PENENTUAN TARIF KAPAL PENUMPANG (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Emas Semarang)
Adenanthera L Dewa , Izza Mafruhah
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang memiliki 17.504 pulau sementara pulau yang telah berpenghuni sebanyak 2.342. Pulau-pulau tersebut dibatasi oleh 12 lautan dan 47 selat dengan garis pantai sepanjang 95,181 km. Penduduk yang tersebar tersebut membutuhkan alattransportasi antar pulau. Beberapa jenis transportasi yang bisa digunakan antara lain (1) moda transportasi darat dengan jembatan penghubung antar pulau, kelebihannya adalah waktu tempuh lebih cepat, tidak terlalu terpengaruh dengan faktor cuaca dan jumlah barang yang terangkut lebih banyak, namun kelemahannya adalah biaya pembangunan dan pemeliharaan yang tinggi, pembangunan jembatan penghubung sangat dipengaruhi oleh jarak antar pulau dan kedalaman laut atau selat. (2) transportasi udara, dengan kelebihan waktu tempuh yang cepat namun kelemahannya adalah biaya perjalanan yang tinggi, dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang berbiaya mahal dan tidak bisa mengangkut barang dan orang dalam jumlah besar. Karena kelemahan kedua moda tersebut, maka angkutan laut seharusnya menjadi pilihan utama bagi Indonesia. Permasalahan yang dihadapi adalah (1) jumlah pelabuhan mencapai 1.241 pelabuhan, artinya satu pelabuhan melayani 14 pulau (2) Peningkatan peran transportasi lautIndonesia baru mencapai 4% dari seluruh transportasi Indonesia; (3) Peringkat pilar infrastruktur transportasi laut Indonesia secara global masih rendah, yaitu nomor 77, sehingga peningkatan infrastruktur menjadi bagian penting dalam pembangunan di Indonesia.
https://drive.google.com/file/d/1J8s3cE0QUr75Kgi8wnD6DDMkTwnpvixY/view?usp=sharing
Penguatan Pemasaran dengan e_commerce dalam Mendukung
Perkembangan Industri Kripik Tempe di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Evi Gravitiani, Nurul Istiqomah, Nunung Sri Mulyani, Izza Mafruhah
ABSTRAK
Potensi industri kripik tempe yang merupakan olahan khas dijadikan sebagai salah satu produk unggulan dari Kabupaten Ngawi. UMKM home industry kripik tempe sejumlah 396 buahdengan kapasitas produksi tempe mentah per hari 12.504 kg dan kripik tempe 738 kg/ hari. Penyerapan tenaga kerja industri ini sebanyak 1.164 orang. Permintaan kripik tempe mengalami peningkatan karena potensi pemasarannya sudah terjual ke JawaTimur dan Jawa Tengah. Permintaan kripik tempe terus mengalami peningkatan, maka akan memberikan efek multiplier bagi perekonomian di Ngawi, yang dinikmati oleh penduduk yang tinggaldi sentra industri kripik tempe, yaitu adanya penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aspek pemasaran menjadi poin penting dalam perkembangan industri. Pemasaran online dengan e_commerce menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk peningkatan jaringan pemasaran. Perkembangan industri kripik tempe ini berpotensi untuk lebih dikembangkan menjadi desa mandiri energi dengan konsep blue economy melalui pengembangan ternak terpadu. Keterpaduan ini dilakukandengan kombinasi antara industry kripik tempe dengan peternakan sapi. Limbah kedelai sebagai pakanternak, limbah ternak digunakan sebagai biogas, dan sisa biogas digunakan sebagai bahan pupukorganik.Perwujudan desa mandiri energi ini menggandeng Corporate Community Responsibility dari Bank BNIdan sudah berjalan sejak tahun 2015. Sinergitas yang positif antara masyarakat pengusaha kripiktempe di Ngawi, Universitas Sebelas Maret, dan Bank BNI mampu menjadikan masyarakat tersebut siap menghadapi tantangan MEA.
https://drive.google.com/file/d/1qpu10KwsZ4Rd5aeEK3yROPNevp6svYGF/view?usp=sharing
IMPLEMENTASI GREEN ECONOMY MELALUI
PEMANFAATAN LIMBAH RUMAH TANGGA SEBAGAI
USAHA PRODUKTIF DI POLANHARJO KABUPATEN KLATEN
Nurul Istiqomah , Izza Mafruhah , Evi Gravitiani
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diperkirakan jumlah sampah Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 68 juta ton, dan sampah plastiknya mencapai 9,52 juta ton atau mencapai 14% dari total sampah yang ada. Pengelolaan sampah anorganik yang berupa botol, kertas, plastic, kaleng dan sampah bekas alat elektronik sifatnya lebih sukar terurai oleh organisme sehingga bertahan lama menjadi sampah. Terdapat berbagai cara untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Sampah yang bisa diangkut ke TPA di Klaten setiap harinya hanya berkisar70% dari sampah yang ada, dan yang bisa diolah menjadi kompos dan daur ulang sampah anorganik hanya berkisar 2 %, sedangkan sisanya ditimbun sebesar 10 %, dibakar sebesar 10 % dan besarnya sampah yang tidak terangkut adalah 8 %. Polanharjo merupakan salah satu daerah di Kabupaten Klaten yang sudah mengkoordinasi pemanfaatan sampah anorganik secara komersil, salah satu pelaku pemanfaatan sampah didaerah tersebut adalah Bank Sampah Rukun Santoso. Bank Sampah Rukun Santoso merupakan salah satu bank sampah yang bisa mengelola dengan baik sampah yang dikumpulkannya, tetapi masih menghadapi beberapa kendala. Kendala-kendala tersebutadalah belum adanya variasi terhadap produk olahan sampah yang dihasilkan, karena baru bisa mengolahsampah berbahan dasar plastis pembungkus minuman instan saja. Sampah yang berupa kertas masih dijualsecara kiloan, padahal mempunyai potensi untuk diolah dan mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi. Selain itu juga menghadapi berupa keterbatasan kapasitas produksi, pemasaran yang dilakukan masih tradisional, dimana produk hasil olahan sampah hanya dipajang pada etalase di salah satu teras rumahpengurus dari bank sampah, sehingga diperlukan pelatihan untuk pemasaran yang lebih modern serta perlunya brand awareness pada produk olahan sampah tersebut.Tujuan dari pengabdian ini adalah melakukan pelatihan bagi anggota dan pengurus Bank Sampah diDesa Polanharjo untuk membuat produk baru sebagai usaha diversifikasi terhadap produk yang sudah adauntuk kemajuan usaha mereka dengan bahan baku sampah kertas dan kantong plastic yang selama ini belum oleh Bank Sampah di Desa Polanharjo. karena selama ini yang diolah hanya sampah plastik yang berupa bekas pembungkus minuman kemasan saja.
https://drive.google.com/file/d/1pEoDxRXPESsKDoZ8wbZGrtISXSCurbUi/view?usp=sharing
DIVERSIFIKASI RAGAM PRODUK PEPAYA
SEBAGAI PRODUK UNGGULAN BOYOLALI
Nurul Istiqomah , Izza Mafruhah, dan Nunung Sri Mulyani
ABSTRAK
Kabupaten Boyolali selain terkenal dengan produk susu sapinya, juga mempunyai potensi tanaman perkebunan yang menjadi komoditas unggulannya, yaitu buah pepaya. Sayangnya, selama ini buah pepaya di daerah Boyolali hanya dijual dalam bentuk buah segar saja, sehingga margin yang diperoleh petani pepaya sedikit. Sifat buah pepaya yang mudah busuk, dan cara penjualannya yang hanyadigelar di pinggir jalan membuat orang tidak terlalu tertarik untuk membeli buah pepaya dan itu berdampak terhadap pendapatan yang diperoleh petani pepaya. Selain itu, masa panen yang mencapai umur 9 bulan dan ketika masa panen raya datang membuat harga pepaya semakin jatuh dimana harga per kg-nya adalah Rp. 2.000 – Rp. 3.000,-. Boyolali merupakan salah satu daerah pemasok papaya terbesar di Jawa Tengah. Dengan jumlah pohon sebanyak 366.561 pohon dan hasil panenan sebesar 268.043kwintal per tahun yang dibudidayakan di Kecamatan Mojosongo, Teras, Boyolali, Musuk dan Ampel. Selama ini pemanfaatan buah pepaya hanya dikonsumsi sebagai buah segar dan bahan baku industri saos saja membuat potensi buah pepaya tersebut belum optimal. Tujuan dari pengabdian ini adalah untuk melakukan diversifikasi buah pepaya menjadi beberapa jenis produk olahan buah pepaya, seperti selai pepaya, pudding serta es krim pepaya, sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani buah pepaya karena masa keawetannya menjadi lebih lama dan margin laba yang diperoleh juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan dijual dalam bentuk buah. Metode pengabdian adalah dengan mengadakan pelatihan kepada petani pepaya maupun ibu rumah tangga yang ada di Boyolali, terutama Kecamatan Mojosongo sehingga mereka bisa mempraktikkan pembuatan olahan produk dengan bahan dasar pepaya. Hasil yyang diperoleh adalah diharapkan petani pepaya maupun ibu rumah tangga yang ada di Boyolali bisa memanfaatkan buah pepaya sebagai salah satu sumber pemasukan selain dijual dalam bentuk buah segar dan margin laba yang diperoleh juga semakin meningkat.
https://drive.google.com/file/d/1GNnlpDPlmzDU6AHw07sFkh8r5zVvwe5U/view?usp=sharing
THE FORMULATION OF NATURE TOURISM MODEL BASED ON COMMUNITY EMPOWERMENT
IN ECOLOGICAL PRESERVATION EFFORTS (EMPIRICAL STUDY IN CENTRAL JAVA PROVINCE)
Izza Mafruhah, Universitas Sebelas Maret
Supriyono Supriyono, Universitas Sebelas Maret
Nurul Istiqomah, Universitas Sebelas Maret
Evi Gravitiani, Universitas Sebelas Maret
ABSTRACT
Tourism is one of the important sources of income for Indonesia, indicated by the continued increase
in the number of tourists visiting Indonesia. In 2017 the total number of foreign tourists was 14,039,799
which then increased to 15,806,191 in 2018. This condition is relatively favorable for the economy of
the community, but also raises the risk of environmental damage. Because ecological maintenance and protection is important, ecotourism is one form of responsibility from all stakeholders in sustainable
development that marks the change from a brown economy to a green economy. Green economy is
based on the principles of sustainability, especially focusing on experiencing and learning about nature,
managing ethically, non-consumptively, and locally, and oriented and contributing to conservation. The
purpose of this study is to 1) explore the tourism profile in Central Java Province, 2) analyze the priorities of supporting factors for tourism development, and 3) develop stakeholders’ participation in tourism development. This study used mixed method with descriptive statistics combined with qualitative analysis, and AHP analysis combined with Focus Group Discussion. This study found that the most sought-after tourism is nature-based tourism, especially marine and ecological tourism. Supporting factors in the development of tourism model include infrastructure, institutions, and internal business actors. The relevant laws and regulations in Central Java Province are shown by the development of the Regional Tourism Development Master Plan.